Estimasi merupakan sebuah proses pengulangan.
Pemanggilan ulang estimasi yang pertama dilakukan selama fase definisi, yaitu
ketika anda menulis rencana pendahuluan proyek. Hal ini perlu dilakukan, karena
anda membutuhkan estimasi untuk proposal. Setelah fase analisis direncanakan
ulang, anda harus memeriksa estimasi dan merubah rencana pendahuluan proyek
menjadi rencana akhir proyek.
Contoh :
Penggunaan
Model Function Point Dalam Estimasi Biaya
Dan
Usaha Proyek Pengembangan Software Sistem
Informasi
Bisnis
Dalam proyek fisik seperti pembangunan jembatan atau pembangunan jalan,
estimasi biaya dan usaha proyek dapat dilakukan dengan lebih realistis karena
semua komponen proyek dapat diestimasi dengan perkiraan secara fisik. Dalam
proyek software estimasi biaya dan usaha proyek mempunyai kesulitan tersendiri
karena karakteristik-karakteristik software yang lain dengan proyek fisik.
Kesulitan-kesulitan yang sering dihadapi dalam estimasi proyek software sangat
berkaitan dengan sifat alami software khususnya kompleksitas dan invisibilitas
(keabstrakan). Selain itu pengembangan software merupakan kegiatan yang lebih
banyak dilakukan secara intensif oleh manusia sehingga tidak dapat diperlakukan
secara mekanistik murni.
Estimasi biaya dan usaha proyek merupakan suatu kegiatan pengaturan sumber daya
dalam mencapai tujuan dan sasaran dari proyek, sehingga proyek dapat berjalan
sesuai dengan tahapan dan target yang dikehendaki. Dalam usaha estimasi sering
menghadapi dua permasalahan yaitu over-estimates dan under-estimates.
Overestimates (estimasi berlebihan) akan menimbulkan penambahan alokasi
sumberdaya dari yang dibutuhkan sehingga akan meningkatkan penanganan
managerial. Sedangkan estimasi yang kurang (under-estimates) akan mengurangi
kualitas dari produk karena tidak sesuai dengan standar. Untuk itu perlu
dilakukan langkah yang hati hati dalam melakukan estimasi suatu proyek software
sehingga dapat dicapai keberhasilan proyek yaitu tepat waktu, sesuai budget dan
terpenuhinya standar kualitas produk. Barry Boehm telah mengidentifikasi
beberapa metode estimasi biaya dan usaha proyek pengembangan software sebagai
berikut: Model algoritmik, Analogi, Pendapat pakar, Parkinson, Top-down, dan
Bottom-up. Dalam penelitian ini akan dikembangkan metode estimasi parametrik
berdasarkan karakteristik-karakteristik dari ukuran proyek software yaitu
function point dan object point serta KLOC (Kilo line of Code). Metode estimasi
parametrik yang sering digunakan saat ini adalah dengan mengunakan metode
COCOMO yang tidak sesuai jika diterapkan untuk estimasi proyek software di
Indonesia. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikembangkan metode
tersebut yang disesuaikan dengan data-data dan informasi pengembangan software
dalam negeri, sehingga diharapkan dapat diperoleh parameter yang mempunyai
tingkat validitas estimasi yang lebih tinggi.
Estimasi ukuran software merupakan suatu aktifitas yang komplek dan sukar
berdasarkan pada beberapa alasan seperti kemampuan programmer, faktor
lingkungan dan sebagainya. Untuk mendapatkannya dengan mengukur ukuran proyek
menggunakan ukuran seperti jumlah baris program (Source lines of code/SLOC) dan
Function Points.
Dari hasil pengumpulan data selama empat bulan, diperoleh data sebanyak 34 data
observasi. Dari data observasi ini kemudian dianalisis untuk membuat model
estimasi dengan berdasarkan pada metrik Function Points. Untuk memastikan bahwa
data yang telah diperoleh adalah data yang berdistribusi normal, maka dilakukan
analisa descriptive terhadap semua variabel data hasil observasi. Hasil analisa
deskriptive untuk data effort atau usaha pengembangan software diperoleh dari
hasil perkalian antara lama pengembangan dalam bulan dengan jumlah orang yang
digunakan dalam pengembangan software. Adapun distribusi dari data effort
adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Distribusi
data Usaha (effort)
Semua
varibel yang digunakan untuk pembuatan model
mempunyai
nilai dekripsi statistik sebagai berikut: Data effort mempunyai
nilai ratarata 41,51 OB denganeffort minimum 8 OB dan effort maksimum
72 OB. Sedangkanbiaya (cost) yang digunakan untuk pengembangan software dari
semua data hasil observasi mempunyai nilai rata-rata 92,6 juta rupiah dengan
nilai minimum biayaproyek yang dihabiskan adalah 1,5 juta dan nilai maksimum
biaya yang diperoleh adalah 500 juta. Ukuran metrik function
point dari data hasil observasi mempunyai nilai rata-rata 214,85
dengan nilai minimum function point yang dikembangkan adalah
sebesar 19,55 dan nilai maksimumfunction point hasil observasi
adalah 348,48.
Gambar . tabel
korelasi antara variabel
bernilai
0,12, sedangkan korelasi antara effort dengan total faktor
komplesitas bernilai 0,22. Dari nilai korelasi ini dapat disimpulkan bahwa
nilai usaha (effort) proyek pengembangan software dipengaruhi
oleh nilai besaran function point dan tingkat kompleksitas
proyek software. Artinya semakin tinggi nilai function
point dan tingkat kompleksitas proyek software akan
membutuhkan effort yang semakin tinggi pula. Hal yang sama
juga dapat dilihat tingkat keterkaitan antara variabel biaya dengan function
point yang mempunyai nilai korelasi sebesar 0,38. artinya
besaran function point dari suatu proyek pengembangansoftware akan
sangat berpengaruh terhadap besaran biaya yang digunakan. Adapun hasil pemodelan
data biaya (cost) yang dikaitan dengan function point (FP)
adalah seperti gambar berikut
Gambar3. garfik model
biaya (cost) dengan funtion points
Dari
gambar di atas terlihat bahwa hubungan antara biaya (cost) dapat dimodelkan
dengan grafikeksponensial. Artinya nilai peningkatan biaya
yang dibutuhkan proyek pengembangan software bertambah
secara eksponensial terhadap penambahan besaran function point dari
proyek software yang akan dikembangkan. Adapun model
eksponential yang diperoleh dari analisa data hasil observasi
adalah:
Biaya
(cost) = 8,0757*exp(0.0087*FP)
Di
mana FP adalah function point dari proyek software yang
akan dikembangkan. Secara linier regresi dapat direpresentasikan
keterhubungan tersebut sebagai rumus:
Biaya
(cost) = 3,7076 + 0,4138*FP
Sedangkan
keterhubungan antara usaha (effort) dengan function point dapat diperlihatkan
dengan beberapa model berikut:
Gambar4. grafik model
usaha (effort) dengan FP secara linier
Gambar5. grafik model
usaha (effort) dengan FP secara logaritmik
Model
yang telah diperoleh perlu diuji coba dengan data-data kasus proyek
yang serupa untuk mendapatkan tingkat kesahihan analisa data dan
penggunaan model. Untuk menguji validitas model yang dibuat digunakan
metode uji adjusted R2, standar deviasi estimasi dan prediksi
pada tingkat L (Pred(L)).Adjusted R2 adalah koefisient dari nilai
R2 yang diperoleh dari hasil observasi dan nilai dari hasil prediksi. Standard
deviasi estimasi adalah variasi nilai yang menunjukkan tingkat kesalahan
prediksi, yang dihitung berdasarkan selisih antara usaha yang digunakan secara
real dalam proyek software dengan nilai estimasi usaha dari
model. PRED(L) adalah persentase nilai estimasi pada L persen nilai aktual.
Sebagai contoh PRED(0,25) adalah presentasi estimasi dalam 25% nilai
aktual. Adapun hasil pengujiannya dapat diperlihatkan dengan tabel sebagai
berikut:
dikembangkan
dengan kondisi lokal sama dengan model yang diperoleh dari literatur
yaitu
model FP-Albrecht. Namun nilai standar deviasi model yang dikembangkan
lebih
kecil dari pada nilai standar deviasi dari model Albrecht, selain itu nilai
prosentase
tingkat prediksi model yang dikembangkan dari kondisi lokal lebih tinggi
dari
pada prosentase nilai model dari literatur. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa
tingkat akurasi estimasi usaha proyek pengembangan software dengan
model
yang
dikembangkan berdasarkan kondisi lokal lebih tinggi dari pada model
yangdiperoleh dari literatur.
Sumber pengertian estimasi :
http://v-class.gunadarma.ac.id/mod/resource/view.php?id=96853
Sumber contoh estimasi :
http://septiaraegina.blogspot.com/2013/06/nama-septia-raegina-npm-10109126-kelas_14.html